Justitia Avila Veda, Membuat Hukum Kembali Bernapas di Tengah Luka Kekerasan Seksual
Seorang anak tumbuh tanpa tawa karena masa kecilnya direnggut oleh orang dewasa yang seharusnya menjaga. Di tempat lain, seorang perempuan kembali ke rumah dengan luka di tubuh dan batinnya. Ia berharap disambut hangat, tetapi yang datang justru tatapan curiga. Kisah seperti ini terjadi di banyak sudut negeri, berulang dari waktu ke waktu, lalu lenyap tanpa sempat benar-benar didengar.
Setiap tahun, Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (KemenPPPA) mencatat ribuan kasus kekerasan terhadap perempuan dan anak. Angka-angka itu memang tampak seperti data biasa di layar laporan, tetapi di baliknya ada kehidupan yang berubah selamanya. Banyak korban menunggu keadilan dalam waktu yang panjang, lalu menyerah sebelum harapan tiba.
Di tengah kenyataan itu, muncul satu sosok muda yang memilih tidak tinggal diam. Justitia Avila Veda, lulusan Fakultas Hukum Universitas Indonesia yang kemudian meraih gelar Master of Laws dari University of Chicago Law School, menempuh jalan hidup untuk berdiri di sisi mereka yang diabaikan.
“Hukum itu seperti alat. Bisa dipakai untuk mengupas buah, tapi bisa juga untuk membunuh orang.” ujar Justitia Avila Veda dalam wawancara di kanal YouTube Menjadi Manusia (2024). Kalimat ini menggambarkan kepercayaannya pada hukum yang berlandaskan nurani, hukum yang seharusnya melindungi, bukan melukai.
Baca juga: Media Sosial dan Brain Rot, Ancaman Nyata atau Evolusi Digital?
Justitia Avila Veda Membangun Ruang Aman bagi Penyintas
Perjalanan Justitia Avila Veda dalam mendampingi korban kekerasan seksual dimulai pada tahun 2020, ketika pandemi memaksa banyak orang menetap di rumah. Pada masa itu, kekerasan justru berpindah ke ruang digital. Penyebaran foto pribadi tanpa izin, pelecehan daring, dan pemerasan berbasis konten intim meningkat tajam. Saat dunia terasa sempit bagi para korban, Justitia Avila Veda menulis satu cuitan di media sosial Twitter (sekarang menjadi X) untuk menawarkan bantuan hukum gratis bagi siapa pun yang mengalami kekerasan atau pelecehan seksual.
Responsnya luar biasa. Dalam hitungan jam, puluhan pesan masuk dari korban yang mencari pertolongan. Kabar itu menyebar luas. Beberapa pengacara muda pun membaca cuitan itu dan tergerak untuk ikut ambil bagian dengan menawarkan bantuan secara sukarela. Dilansir Tempo (29 Juli 2024), cuitan itu kemudian menjadi awal terbentuknya jejaring advokasi yang kini dikenal sebagai Kolektif Advokat untuk Keadilan Gender (KAKG).

Justitia Avila Veda (sebelah kanan) bersama tim Kolektif Advokat untuk Keadilan Gender (KAKG)
Sumber: YouTube SATU Indonesia (2022)
Stigma, Birokrasi, dan Akses Keadilan yang Tertutup
Perjalanan menuju keadilan bagi penyintas kekerasan seksual di Indonesia masih panjang dan melelahkan. Ada yang diminta menjawab pertanyaan menyudutkan, ada pula yang disarankan untuk berdamai demi menjaga nama baik keluarga. Mereka berjuang di tengah luka yang belum pulih, berhadapan dengan sistem yang terasa dingin dan jauh dari empati.
Data Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (KemenPPPA) tahun 2024 menunjukkan kenyataan yang memprihatinkan. Kasus kekerasan seksual terhadap anak mencapai 11.771 kejadian, jumlah tertinggi di antara bentuk kekerasan lainnya. Kekerasan fisik terhadap perempuan tercatat sebanyak 6.293 kasus, sementara kekerasan psikis menimpa sekitar 4.800 perempuan dan anak.

Lebih dari sebelas ribu anak menjadi korban kekerasan seksual sepanjang 2024, menjadikannya kasus tertinggi di Indonesia.
Sumber: Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (KemenPPPA),
Data Tahun 2024 (diakses September 2025).
Justitia Avila Veda sering menyaksikan penyintas yang tersesat di tengah proses hukum yang panjang. Sebagian kasus bahkan berlangsung hingga satu tahun, meninggalkan kelelahan yang tidak hanya dirasakan oleh korban, tetapi juga oleh mereka yang mendampingi. Penjelasan ini diungkap Justitia Avila Veda dalam wawancara eksklusif dengan kanal YouTube Menjadi Manusia (2024).
Kondisi seperti inilah yang membuat peran Kolektif Advokat untuk Keadilan Gender (KAKG) menjadi sangat penting. Bersama para relawan hukum, Justitia Avila Veda berupaya membuka akses bagi korban yang selama ini terhalang oleh stigma dan birokrasi.
Sahabat Korban, Advokasi yang Tumbuh dari Empati
Kolektif Advokat untuk Keadilan Gender (KAKG) berjalan tanpa struktur yang kaku. Para pengacara muda dan relawan hukum saling melengkapi peran. Ada yang mendampingi korban di persidangan, ada yang mencatat perkembangan kasus, dan ada pula yang menjaga komunikasi dengan lembaga mitra. Setiap orang berkomitmen menjalankan hukum dengan cara yang memanusiakan. Dari kerja yang konsisten itu tumbuh kepercayaan antara korban dan pendamping, nilai yang tak bisa digantikan oleh apa pun di ruang sidang.

Justitia Avila Veda bersama tim Kolektif Advokat untuk Keadilan Gender (KAKG)
Sumber: YouTube SATU Indonesia (2022)
Di tengah banyaknya kasus yang datang, mereka selalu berpegang pada keyakinan sederhana: setiap korban berhak memiliki ruang aman untuk bersuara dan tidak ada kisah yang dianggap terlalu kecil untuk diperjuangkan. Justitia Avila Veda percaya langkah pertama menuju keadilan dimulai dari keberanian untuk bercerita, dan keberanian itu hanya muncul ketika seseorang merasa aman untuk berbagi kisahnya.
Sejak awal, Kolektif Advokat untuk Keadilan Gender (KAKG) menjalin hubungan dengan para profesional di bidang hukum dan psikologi agar korban tidak harus berjalan sendiri. Sistem kerja mereka tumbuh dari kisah para penyintas, bukan hanya dari perencanaan di atas meja. Dari ruang kerja sederhana dan semangat berbagi, mereka belajar bahwa keadilan tumbuh ketika manusia saling menguatkan.
Ketika gerakan ini mulai dikenal lebih luas, Justitia Avila Veda memberi nama pada inisiatif yang ia jalankan: Sahabat Korban Kekerasan Seksual. Nama itu sederhana, tetapi mampu menggambarkan tujuan mereka untuk menjadi teman yang bisa dipercaya ketika dunia terasa tidak aman. Dari sana, gerakan ini perlahan membuka ruang bagi kolaborasi baru dan menegaskan keyakinan mereka akan kekuatan kerja senyap yang mampu mengubah arah keadilan.
Baca juga: Self-Care adalah Kebutuhan, Bukan Sekadar Tren
Dari Aksi Senyap ke Gaung Nasional
Ketika program Sahabat Korban Kekerasan Seksual diumumkan sebagai penerima SATU Indonesia Awards tahun 2022 dari Astra, Justitia Avila Veda tahu perjuangan mereka belum selesai. Bagi seluruh tim, penghargaan itu bukan simbol akhir, melainkan langkah baru yang membuka kepercayaan lebih luas. Sejak saat itu, mereka yang dulu diam mulai menemukan ruang keberanian, tempat di mana cerita mereka didengar tanpa dihakimi.

Awarding 13th SATU Indonesia Awards 2022 di Catur Dharma Hall, Menara Astra, Jakarta pada Jumat, 29 Oktober 2022.
Sumber: Youtube SATU Indonesia (2022)
Perubahan itu terasa hingga ke lapisan paling kecil. Ada penyintas yang baru berani melapor setelah melihat liputan tentang gerakan ini di media. Ada pula keluarga yang sebelumnya memilih diam, kini datang dengan keberanian untuk mencari keadilan. Dalam wawancara di kanal YouTube Menjadi Manusia (2024), Justitia Avila Veda berkata, “Ketika channel-nya dibuka, baru semua orang berani speak up dan tahu bahwa mereka bisa meminta bantuan” ucapnya dengan tenang.
Sejak penghargaan itu, Kolektif Advokat untuk Keadilan Gender (KAKG) meluaskan jejaringnya ke berbagai daerah. Mereka menjalin kerja sama dengan fakultas hukum, komunitas kampus, dan lembaga sosial agar pendekatan hukum yang manusiawi bisa diterapkan di lebih banyak tempat. Masih dikutip dari laporan Tempo edisi 29 Juli 2024, hingga awal tahun 2024 Kolektif Advokat untuk Keadilan Gender (KAKG) telah menerima sekitar 550 pengaduan dari berbagai wilayah di Indonesia. Sebagian besar berasal dari perempuan, sekitar lima persen dari kelompok minoritas gender, dan sisanya dari laki-laki. Angka ini tidak hanya mencatat peristiwa, tetapi mencerminkan meningkatnya keberanian untuk bersuara dan menunjukkan betapa pentingnya ruang aman bagi korban.

Awarding 13th SATU Indonesia Awards 2022 di Catur Dharma Hall, Menara Astra, Jakarta pada Jumat, 29 Oktober 2022.
Sumber: Youtube SATU Indonesia (2022)
Tidak ada perjuangan yang benar-benar selesai. Setiap kasus yang tuntas selalu meninggalkan jejak, membuka ruang bagi cerita baru yang menunggu keberanian untuk disuarakan. Di berbagai tempat, harapan tumbuh dari langkah-langkah kecil orang yang percaya pada kemungkinan kebaikan yang masih bisa diperjuangkan. Keadilan tidak selalu lahir dari ruang sidang atau keputusan kebijakan, melainkan dari tangan-tangan manusia yang terus memilih peduli.
Justitia Avila Veda memandang hukum bukan sebagai alat kekuasaan, melainkan tanggung jawab terhadap sesama. Ia berjalan bersama para penyintas, memberi ruang bagi keberanian kecil yang sering luput dari perhatian. Baginya, hukum hanya berarti bila dijalankan dengan hati dan dijaga oleh empati. Gerakan yang ia rintis menjadi pengingat jika perubahan lahir dari langkah-langkah kecil yang terus dijaga dengan konsistensi dan niat baik. Inisiatif seperti ini melengkapi peran negara dalam memastikan keadilan berpihak pada manusia. Negara tetap memegang tanggung jawab utama untuk menegakkan hukum dengan nurani dan melindungi setiap warga tanpa kecuali. Karena keadilan sejati hanya bertahan ketika keberanian warga berjalan seiring dengan kesungguhan negara.

Justitia Avila Veda bersama tim Kolektif Advokat untuk Keadilan Gender (KAKG)
Sumber: YouTube SATU Indonesia (2022)
Masih banyak anak yang kehilangan masa kecilnya, masih ada perempuan yang pulang membawa luka. Namun kini, mereka tidak lagi sepenuhnya sendiri. Di antara mereka selalu ada orang yang tidak menyerah, yang percaya bahwa perubahan sosial tumbuh dari langkah-langkah kecil yang dijalankan dengan tulus. Dari langkah-langkah sederhana itulah, hukum menemukan kembali jiwanya, dan keadilan perlahan tumbuh menjadi milik bersama, bukan sekadar janji yang tertulis di lembar undang-undang.
Referensi
- Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (KemenPPPA). Jumlah Kasus Kekerasan pada Perempuan dan Anak tahun 2024. Diakses melalui: https://siga.kemenpppa.go.id/pencarian?topik=MTg2
- Channel Youtube: SATU Indonesia. (2022). Awarding 13th SATU Indonesia Awards 2022. Diakses melalui: https://www.youtube.com/watch?v=5udsom3Jxf0&t=3742s
- Channel Youtube: Menjadi Manusia. (2024). Perjalanan Penuh Tantangan Mendampingi Koban Kekerasan Seksual. Diakses melalui: https://www.youtube.com/watch?v=Yo1mXzRGcXo
- Profile Linkedin Justitia Avila Veda. Diakses melalui: https://www.linkedin.com/in/jveda/?originalSubdomain=id
- Profile Linkedin Kolektif Advokat untuk Keadilan Gender (KAKG). Diakses melalui: https://www.linkedin.com/company/advokat-gender/posts/?feedView=all
- TEMPO media. (2024). Tokoh Inspiratif: Justitia Avila Veda, Pendamping Kaum Hawa Korban Kekerasan Seksual. Diakses melalui: https://www.tempo.co/politik/tokoh-inspiratif-justitia-avila-veda-pendamping-kaum-hawa-korban-kekerasan-seksual-36116
- TEMPO media. (2022). Kolaborasi Peraih Aspirasi SATU Indonesia Awards. Diakses melalui: https://www.tempo.co/info-tempo/kolaborasi-peraih-aspirasi-satu-indonesia-awards-831823